Welcome to Rahmat Documents

Terima kasih anda telah mengunjungi blog saya!
Semoga info yang ada Bermanfaat bagi anda





KLIK disiNI JUga yah!!!!!

Senin, 19 April 2010

PENGEMBANGAN SILABUS

PENGEMBANGAN SILABUS
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indicator pencapaian, kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
A. Prinsip pengembangan silabus
1. Ilmiah; keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan.
2. Relevan; ruang lingkup, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik; yakni tingkat perkembangan intelektual, social, emosional, dan spiritual peserta didik.
3. Fleksibel; fleksibel sebagai suatu pemikiran pendidikan(berkaitan dengan dimensi peserta didik dan kelulusan), dan fleksibel sebagai kaidah dalam penerapan kurikulum(berkaitan dengan pelaksanaan silabus)
4. Kontinuitas; bahwa setiap program pembelajaran yang dikemas dalam silabus memiliki keterkaitan satu sama lain dalam membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik.
5. Konsisten; bahwa antara standar kompetensi, kompetensi dasar, indicator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan system penilaian memiliki hubungan yang konsisten dalam membentuk kompetensi peserta didik.
6. Memadai; bahwa ruang lingkup indicator, materi standar, pengalaman belajar, sumber belajar dan system penilaian yang dilaksanakan dapat mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan.
7. Actual dan konstektual; mengandung arti bahwa ruang lingkup kompetensi dasar, indicator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar dan penilaian yang dikembangkan memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang sedang terjadi dan berlangsung di masyarakat.
8. Efektif; yakni memperhatikan keterlaksanaan silabus tersebut dalam proses pembelajaran, dan tingkat pembentukan kompetensi sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan.
9. Efisien; berkaitan dengan upaya untuk memperkecil atau menghemat penggunaan dana, daya, dan waktu tanpa mengurangi hasil atau kompetensi standar yang ditetapkan.




B. Unit Waktu Silabus
1. Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
2. Penyusunan silabus memperhatikan alokasi waktu yang disediakan per semester, per tahun, dan alokasi waktu mata pelajaran lain yang sekelompok.
3. Implementasi pelajaran per semester menggunakan penggalan silabus sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum.
4. Alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar dilakukkan dengan memperhatikan jumlah minggu efektif dan alokasi waktu waktu mata pelajaran perminggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingannya.

C. Lembaga Yang mengembangka Silabus
1. Balitbang Depdiknas
Peran dan tanggung jawab Balitbang Depdiknas dalam pengembangan silabus adalah:
a. Mengembangkan model silabus untuk diadopsi oleh satuan pendidikan yang belum siap mengembangkan KTSP sendiri.
b. Melakukan penelitian berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian KTSP di sekolah.
c. Membuat contoh silabus yang efektif dan efisien, serta mudah diterapkan dalam pembelajaran.
d. Bersama-sama dengan BSNP dan Puskur memberikan pelayanan kepada tim perekayasa kurikulum tingkat provinsi, dan bila memungkinkan memberikan pelayanan langsung ke tingkat kabupaten atau kota.
2. BSNP Depdiknas
a. Membuat contoh silabus yang efektif dan efisien, serta mudah diterapkan dalam pembelajaran di sekolah.
b. Memberikan pelayanan kepada tim perekayasa kurikulum tingkat provinsi, dan bila dimungkinkan memberikan pelayanan langsung ke tingkat kabupaten atau kota.
c. Menyelenggarakan seminar, dan lokakarya untuk meningkatkan kualitas implementasi kurikulum.
3. Pusat Kurikulum Depdiknas
a. Memberikan masukan kepada BSNP berkaitan dengan contoh atau model silabus yang dikembangkan.
b. Membantu BSNP dalam mengembangkan contoh silabus yang efektif dan efisien
c. Bersama-sama dengan BSNP memberikan pelayanan kepada tim perekayasa kurikulum tingkat provinsi
4. Dinas Pendidikan Provinsi
a. Menyesuaikan buku teks pembelajaran dengan silabus, baik silabus yang dikembangkan oleh diknas maupun oleh satuan pendidikan.
b. Membuat contoh silabus yang efektif dan efisien
c. Memberikan kemudahan dalam pembentukan tim pengembangan silabus tingkat kabupaten atau kota
d. Mengupayakan dana secara rutin untuk kepentingan pengembangan kurikulum
5. Dinas Pendidikan Kabupaten dan Kota
a. Membentuk tim pengembang silabus tingkat kabupaten / kota dan mengembangkan silabus sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah.
b. Mengembangkan rambu-rambu pengembangan silabus yang sesuai dengan kebutuhan daerah yang bersangkutan.
c. Memberikan kemudahan bagi sekolah yang mampu mengembangkan silabus sendiri.
d. Mengkaji kelayakan silabus yang dibuat oleh sekolah-sekolah yang memiliki kemampuan untuk mengembangkannya.
6. Sekolah
a. Berkolaborasi dengan sekolah lain untuk membentuk tim pengembang silabus tingkat kecamatan
b. Membentuk tim pengembang silabus kurikulum tingkat sekolah bagi yang mampu melakukannya.
c. Mengembangkan silabus sendiri
d. Mengidentifikasi kompetensi sesuai dengan perkembangan peserta didik dan kebutuhan daerah
e. Memohon bantuan dinas kabupaten dan kota dalam proses penyusunan silabus.
f. Memberikan masukan kepada dinas pendidikan kabupaten dan kota, dinas provinsi, BSNP, dan pusat kurikulum departemen pendidikan nasional, berkaitan dengan efektifitas dan efisien silabus, berdasarkan kondisi actual di lapangan.
7. Kelas/ Guru
a. Menganalisis rancangan Kompetensi dan Indikator Kompetensi, serta materi standar
b. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
c. Mengembangkan Strategi Pembelajaran
d. Mengembangkan media dan metode pembelajaran.



D. Langkah-langkah Pengembangan Silabus
1. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
2. Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran
3. Pengembangan kegiatan pembelajaran
4. Merumuskan indicator
5. Penentuan jenis penilaian
6. Menentukan alokasi waktu
7. Menentukan sumber belajar

















DAFTAR PUSTAKA
BSNP. 2006. Standar isi Pendidikan. Jakarta: Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan
Mulyasa. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset

KOMPONEN KURIKULUM KTSP

KOMPONEN KURIKULUM KTSP

1. Tujuan Pendidikan
a. Pendidikan Dasar
Tujuannya meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
b. Pendidikan Menengah
Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c. Pendidikan Menengah Kejuruan
Tujuannya meningkatkan kecerdasan, penegtahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan, untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejiuruannya.
2. Struktur Muatan KTSP
Strutur muatan KTSP pada jenjang Sekolah Dasar dan Menengah yang tertuang dalam standar isi meliputi lima kelompok :
a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
c. Kelompok mata pelajaran ilmu penegtahuan dan tekhnologi
d. Kelompok mata pelajaran estetika
e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan
Kelompok mata pelajaran ini dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaiman diuraikan dalam PP 19/2005 Pasal dan satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum.

Mata Pelajaran
Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan berpedoman pada struktur kurikulum yang tercantum dalam Standar Isi.
Muatan Lokal
Muatan lokal adalah kegiatan belajar yang disesuaikan dengan ciri khas daerah, termasuk keunggulan daerah yang materinya tidak sesuai dengan bagian mata pelajaran atau lerlalu banyak sehingga menjadi pelajaran tersendiri. Sutansinya di tentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Dalam satu tahun, bisa dua kali melenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.
Kegiatan Pengembangan Diri
Kegiatan ini bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuia dengan kemampuan diri (bakat, minat, dan kebutuhan) yang sesuai dengan situasi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi oleh konselor, guru dan tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegitan pengembangan diri yang berkaitan dengan konseling adalah masalah pribadi siswa dan kehidupan sosial siswa, belajar, dan pengembangan karier peserta didik serta kegiatan lainnya seperti kepramukaan, kepemimpinan, dan kelompok ilmiah lainnya.
Khusus sekolah kejuruan pengembangan diri ditujukan kepada pengembangan kreativitas dan bimbingan karir.
Pengembangan diri untuk satuan pendidikan khusus menekankan pada peningkatan penekanan hidup dan kemandirian sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran. Penilaian kegiatan pengembangan diri dilakukan secara kualitatif, tidak kuantitatif seperti mata pelajaran lainnya.
Pengaturan Beban Belajar
Berisi tentang jumlah beban per mata pelajaran, perminggu, per semester, dan per Tahun Pelajaran pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun pelajaran sesuai dengan kebutuhan, tetapi jumlah beban belajar per tahun secara keseluruhan tetap.
Sekolah dapat mengatur alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran per semester ganjil dan genap dalam satu tahun pelajaran sesuai dengan kebutuhan tapi jumlah beban belajar per tahun secara keseluruhan tetap. Alokasi waktu kegiatan praktik diperhitungkan sebagai berikut :
2 JPL praktik di sekolah setara dengan 1 JPL tatap muka, dan 4 JPL praktik di luar sekolah setara dengan 1 JPL tatap muka.
Sekolah dapat memanfaatan alokasi tambahan 4 JPL dan alokasi waktu penugasan terstruktur (PT) dan penugasan tidak terstruktur (PTT) sebanyak 0%-60% per mata pelajaran (maks. 60% x 38 JPL = 22 JPL) untuk kegiatan remedial pengayaan, penambahan jam praktik, dan lain-lain, sesuai dengan potensi dan kebutuhan siswa dalam mencapai kompetisi pada mata pelajaran tertentu. Pemanfaat alokasi waktu PT dan PTT, harus dirancang secara tersistem dan terprogram menjadi bagian dari KBM pada mata pelajaran yang bersangkutan. Sekolah harus mengendalikan agar agar pemanfaatan waktu dimaksud dapat digunakan oleh setiap guru secara efesien, efektif, dan tidak membebani siswa.
Ketuntasan Belajar
Berisi tentang kriteria dan mekanisme penetapan minimal per mata pelajaran yang di tetapkan oleh sekolah dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
• Ketuntasan belajar ideal untuk setiap indikator adalah 0-100%, dengan batas kriteria minimum 75%.
• Sekolah harus menetapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) per mata pelajaran dengan mempertimbangkan kemampuan rata-rata, kompleksitas, SD pendukung.
• Sekolah dapat menetapkan KKM di bawah batas kriteria ideal, tetapi secara berharap harus dapat mencapai kriteria ketuntas ideal.
Kenaikan Kelas dan Kelulusan
Berisi tentang kriteria dan mekanisme kenaikan kelas dan kelulusan, serta strategi penanganan siswa yang tidak naik atau tidak lulus yang diberitahukan oleh sekolah. Program disusun mengacu pada hal-hal sebagai berikut :
• Panduan kenaikan kelas yang akan disusun oleh Direktorat Pembinaan SMA
• Sedangkan ketentuan kelulusan akan diatur secara khusus dalam peraturan sendiri.
Penjurusan
Berisi tentrang kriteria dan mekanisme Penjurusan serta strategi/kegiatan penulusan bakat, minat, dan prestasi yang diberikan dan dilakukan oleh sekolah, yang disusun dengan mengacu pada :
• Panduan penjurusan yang akan disusun oleh direktorat terkait
Penjurusan ditentukan oleh spektrum pendidikan kejuruan yang diatur oleh direktorat Pemninaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Pendidikan Kecakapan Hidup
• Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pibadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan/atau kecakapan vokasional.
• Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian integral dari pendidikan semua mata pelajaran dan/atau berupa paket/modul yang dierencanakan secra khusus.
• Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang besangkutan dan/atau dari stuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal.
Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
• Pendidikan bernasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain, yang semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetisi peserta didik.
• Kurikulum untuk semua pendidikan dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global
• Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran dan juga dapat menjadi mata pelajaran muatan lokal.
• Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh oleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan satuan pendidikan nonformal.



Kalender Pendidikan
Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat dan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana dimuat dalam standar isi.


Sumber :
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).2006. Jakarta.
Mulyasa.2007.Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.Bandung:PT Remaja Rosdakarya Offset
Masnur, Muslich.2009.Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.Jakarta:Bumi Aksara

KONSELING DALAM KURIKULUM SEKOLAH

KONSELING DALAM KURIKULUM SEKOLAH
A. HAKIKAT KURIKULUM
1. Pengertian
Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (outcomes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran. Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Sedangkan menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.
Menurut Grundy, S (1987) kurikulum merupakan program aktivitas guru dan murid yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa-siswa akan mencapai sebanyak mungkin tujuan akhir kegiatan pendidikan atau sekolah. Kurikulum bukan hanya susunan sederhana mengenai perencanaan yang akan diimplementasikan, namun juga terdiri dari proses yang aktif terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang saling berhubungan timbal balik dan terintergrasi sebagai suatu proses.
BPNSP (2006) mendefinisikan kurikulum sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Awalnya kurikulum diterapkan dalam konsep sekolah atau pendidikan formal (Smith, M.K., 1987). Dalam pendidikan formal, kurikulum biasanya disusun oleh pemilik otoritas, misalnya National Curriculum for England untuk negara Inggris dan Departmen Pendidikan Nasional di Indonesia. Saat ini kurikulum juga juga digunakan dalam setting pendidikan informal, seperti kursus. Kurikulum dalam setting informal disusun oleh lembaga tersebut sesuai kebutuhan. Kurikulum memiliki fungsi strategis dalam pendidikan, walaupun bukan satu-satunya perangkat tunggal penjabaran strategi pendidikan. Fungsi kurikulum dalam peningkatan mutu pendidikan dan penjabaran visi tergantung dari kecakapan guru, ketercakupan substansi kurikulum, dan evaluasi proses belajar (Agus Suwignyo dalam Forum Mangunwijaya, 2007).
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagi pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (Bab I, pasal I, butir 9).
Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran, Kurikulum ialah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan.
Kurikulum sebagai rencana pembelajaran, Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa.
Kurikulum sebagai pengalaman belajar, Perumusan atau pengertian kurikulum lainnya yang agak berbeda dengan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar.
Saylor, Alexander, and Lewis (1981), membuat kategori rumusan pengertian kurikulum, yaitu:
1. Kurikulum sebagai rencana tentang mata pelajaran atau bahan-bahan pelajaran.
2. Kurikulum sebagai rencana tentang pengalaman belajar
3. Kurikulum sebagai rencana tentang tujuan pendidikan yang hendak dicapai
4. Kurikulum sebagai rencana tentang kesempatan belajar
1. Kurikulum Sebagai Rencana Pelajaran Atau Bahan-Bahan Ajaran
Kurikulum sebagai sejumlah pelajaran yang ditetapkan untuk dipelajari oleh siswa di suatu sekolah atau perguruan tinggi, untuk memperoleh suatu ijazah atau gelar
2. Kurikulum Sebagai Pengalaman Belajar
Stratemeyer, Forkner, and McKim mengartikan kurikulum dalam 3 cara, yaitu:
i) Mata pelajaran-mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan di kelas
ii) Seluruh pengalaman belajar, baik yang diperoleh dari dalam kelas, maupun diperoleh dari luar kelas yang disponsori oleh sekolah
iii) Seluruh pengalaman hidup siswa
Thornton and Wright(1964), berkesimpulan bahwa istilah kurikulum digunakan untuk menunjukkan kepada semua pengalaman belajar siswa yang diperoleh di bawah pengarahan sekolah. Kurikulum mencakup berbagai pengetahuan yang terorganisasi, modus-modus pikiran, pengalaman ras, pengalaman terpadu, suatu lingkuangan belajar yang terencana, isi dan proses kognitif/afektif, rencana pengajaran, tujuan dan hasil pengajaran, dan suatu system teknologi produksi. Kurikulum bukan hanya semata-mata apa yang direncanakan, tetapi juga hasil yang dicapai sebagai produk dari rencana itu sendiri.

2. Asas-Asas Pengembangan Kurikulum
a) Kebijaksanaan
Pengembangan kurikulum berdasarkan pada kebijaksanaan-kebijaksanaan sebagai berikut:
i) Pembinaan dan pengembangan ketenagaan berfungsi meningkatkan mutu dan jumlah ketenagaan. Tenaga yang memiliki mutu tinggi diharuskan mempuyai loyalitas,dedikasi, disiplin, dan kemampuan professional yang tinggi pula dan mampu melaksanakn tugasnya secara baik.
ii) Pengembangan kurikulum pada hakikatnya adalah pengembangn pengalaman belajar mengajar bagi parasiswa dan pendidik yang disusun berdasarkan kemampuan(kompetensi).
b) Pendekatan
Perencanaan kurikulum berdasarkan jenis-jenis pendekatan adalah sebagai berikut:
i) Sistematik; rencana pendidikan bermuara pada rencana secara terpadu
ii) Taksonomik; mengacu kepada pengembangan pengetahuan(kognitif), keterampilan, dan sikap(afektif)
iii) Relevansi; serasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kemajuan pembangunan, dan perkembangan masyarakat dewasa ini.
iv) Dekonsentrasi; pengelolaan berorientasi pada perkembangan materi pendidikan sesuai dengan lingkungan masyarakat.
v) Inovasi; system dan program kurikulum mengacu kepada kegiatan-kegiatan praktis untuk meningkatkan dan memperbaiki proses dan hasil pendidikan.
vi) Sosiologis; pengembangan kurikulum perlu disesuaikan dengan kondisi masyarakat
vii) Keterpaduan; memadukan perencanaan, pelaksanaan penilaian dan pengendalian mencakup aspek-aspek kebijaksanaan, strategis, program, proyek, dan kegiatan.

c) Strategi
Strategi terpadu merupakan suatu keseluruhan yang mencakup semua komponen yang saling berinteraksi, saling bergantung, dan saling menerobos untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan dan pelatihan.

B. LANDASAN KURIKULUM
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan teknologi..Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut.
1. LANDASAN FILOSOFIS
Landasan filosofis pada hakikatnya adalah suatu kekuatan yang memberikan arah dalam semua keputusan dan tindakan yang diambil dalam bidang pendidikan. Pendidikan ada dan berada dalam kehidupan masyarakat, sehingga apa yang dikehendaki oleh masyarakat untuk dilestarikan, diselenggarakan melalui pendidikan. Dengan kata lain pandangan hidup, wawasan yang ada dalam masyarakat merupakan landasan fillosofis penyelenggaraan pendidikan. Sehubungan dengan hal diatas, pandangan hidup orang dan bangsa Indonesia adalah pancasila. Oleh karena itu sistim nilai yang harus dipegang oleh seluruh jalur dan satuan pendidikan di Indonesia dalam penyelenggaraan pendidikannya secara keseluruhan, termasuk dalam pengembangan kurikulum adalah pancasila.
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
a) Perenialisme, lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
b) Essensialisme, menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
c) Eksistensialisme, menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
d) Progresivisme, menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
e) Rekonstruktivisme, merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.
2. LANDASAN PSIKOLOGIS
Landasan psikologis berkenaan dengan cara peserta didik belajar, factor apa yang menghambat kemajuan belajar, memberikan landasan berpikir tentang hakikat proses belajar dan pembelajaran dan tingkat-tingkat perkembangan peserta didik. Kurikulum pada dasarnya disusun agar peserta didik dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dengan memperhatikan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar yang sesuai dengan tingkat perkembangan psikologi peserta didik yang bersangkutan akan menghasilkan kurikulum yang efektif.
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologi yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan “karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi“.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu :
a) motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.
b) bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau informasi.
c) konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang;
d) pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan
e) keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.
Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2002) menyoroti tentang aspek perbedaan dan karakteristik peserta didik, Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan karakteristik peserta didik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu : (1) perbedaan tingkat kecerdasan; (2) perbedaan kreativitas; (3) perbedaan cacat fisik; (4) kebutuhan peserta didik; dan (5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.
3. LANDASAN SOSIOLOGIS
Landasan sosiologis menyangkut kekuatan-kekuatan sosial kemasyarakatan yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Hal itu akan memberikan warna dan pengaruh terhadap perkembangan kurikulum. Sekolah didirikan untuk mengembangkan kebudayaan masyarakat. Penerus kebudayaan kepada peserta didik sebagai generasi penerus merupakan tujuan utama pendidikan yang pada akhirnya dapat menentukan kualitas masyarakat, sekarang dan masa depan. Tentu saja landasan ini tidak hanya berpengaruh terhadap perkembangan kurikulum pada dimensi kurikulum sebagai dokumen tertulis, tetapi juga lebih berpengaruh pada dimensi implementasi kurikulum yang bersangkutan.
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
4. LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian..
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.










DAFTAR PUSTAKA
Sukmadinata, Nana Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikulum (Teori dan Praktek). Bandung: PT Remaja Rosdaka rya
Ali, Muhammad. 1992. Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Hamalik, Oemar. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara
Hamalik, Oemar. 1994. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran (Dasar dan Strategi Pelaksanaannya di Perguruan Tinggi). Bandung: PT Trigenda Karya
Tim penyusun. 2008. Bahan Ajar Belajar Dan Pembelajaran. Padang: Fakultas Ilmu Pendidikan UNP
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Badan Standar Nasional Pendidikan
Forum Mangunwijaya. 2007. Kurikulum yang Mencerdaskan : Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif. Jakarta: Penerbit Buku Kompas
www.infed.org/biblio/b-curric.htm.