PEKEMBANGAN DEWASA AWAL
MEMBINA KEHIDUPAN PEKAWIAN
A. Memilih Jodoh
Perkembangan pribadi tampak dari kemapuan mengambil keputuasan
Dalam memilih jodoh. Pernikahan lebih banyak terjadi pada periode–periode lainya. Sebelum memutuskan untuk menikah, seseorang perlu tahu siapa yang menjadi jodohnya. Oleh karana itu perlu diketahui cirri orang yang pantas dijadikan istri atau suami selagi ada peluang untuk mementukan jodoh. Proses pemilihan jodoh sangat kompleks.
1) Criteria pemilihan jodoh
a) Perasaan kebersamaan
b) Ketertarikan antara satu dengan yang lainya
c) Persamaan latar belakang sosial
d) Kemampuan untuk saling mengisi.
e) Kesiapan untuk menikah
f) Memiliki kemandirian ekonomi.
g) Memiliki keyakian agama yang sama.
h) Memiliki kepribadian yang cocok
i) Tidak memiliki sifat buruk, seperti peminum, penjudi narkoba, pelacur, gigolo dan sifat buruk lainya.
j) Beriman dan tidak mudah tergoda oleh harta dan oleh pria/ wanita lain.
k) Mudah membina saling pengertian.
l) Mudah saling mempercayai dan tidak mudah cemburu buta.
m) Menampakkan kematangan atau kedewasaan dalam tingkah laku sosial, emosional, moral, dan kognitif
n) Pendidikan yang setara atau mendekati.
Perbedaan umur sering menjadi permasalahan dalam pemilihan jodoh. Luella Cole (1963) mengemukakan bahwa perbedaan umur yang ideal antara suami-istri adalah tujuh tahun. Namun menurut Blood (1972) pasangan remaja AS mengharapkan perbedaan itu lebih kurang tiga tahun. Bahkan dinyatakan oleh Blood bahwa di AS terjadi kecenderungan pria-pria menikahi wanita yang lebih tua 2 - 4 tahun dari dirinya dengan alasan agar hidup bersama lebih lama atau sam¬pai tua, karena harapan hidup pria lebih pendek dari wanita. Jika suami lebih muda daripada istrinya maka jumlah janda akan ber¬kurang. Indonesia lebih besar kecenderungan pria untuk memilih wanita yang lebih muda, karena pria merupakan pemimpin dan ber¬tanggung jawab terhadap kesejahteraan keluarganya. Oleh karena itu ia harus lebih berwibawa, dihormati dan dituakan oleh istrinya.
Pada periode dewasa awal, menikah atau berkeluarga merupakan
suatu tugas perkembangan yang seharusnya dicapai sebagai tanda
matangnya perkembangan. Orang dewasa yang matang harus mampu
memfungsikan keluarganya secara sempurna sehingga keluarga
itu benar-benar bahagia. Ogburn (dikutip oleh Dixon dan Bouma,
1984) mengemukakan bahwa fungsi keluarga yang hendaknya di
bina oleh masing-masing pasangan menikah adalah sebagai berikut:.
a. Fungsi kasih sayang;
Dalamkeluarga, suami-istri seharusnya saling memberikan kasih sayang, perhatian,penghargaan,sokongan dan cinta erotik. Jika anak-anak mereka telah lahir. Maka, suami-istri sebagai orang tua harus memberikan kasih sayang penuh sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak mereka.
Kasih sayang orang tua yang diterima anak berpengaruh kepada
kepribadiannya sehingga anak cenderung dapat memberikan
kasih dan sayang pula kepada orang lain, termasuk orangtuanya.
b. Fungsi ekonomi;
Keluarga merupakan suatu unit ekonomi man¬diri untuk memenuhi kebutuhan anggotanya. Suami-istri harus memenuhi kebutuhan keluarganya dengan bekerja keras, halal dan tulus.
c. Fungsi status;
Keluarga memberi prestise dan status terhadap anggota-anggotanya, misalnya anda diberi status oleh keluarga anda, karena nama keluarga anda yang termasyhur karena ke¬baikan, kesalehan, kekayaan, dan keilmuwanannya.
d. Fungsi pendidikan;
Suami-istri bertanggung jawab untuk mem¬bimbing atau mendidik anak-anaknya dan memberikan kesem¬patan pendidikan dan latihan jabatan bagi para remajanya.
e. Fungsi keagamaan;
Keluarga adalah tempat pembentukan dasar-dasar keagamaan dalam diri anak-anak. Keluarga menjadi model dan memberi latihan cara-cara bertingkah laku beragama.
f. Fungsi perlindungan;
Anggota keluarga bertanggung jawab untuk saling memberi perlindungan. Orang tua memberikan perlindungan fisik maupun psikis terhadap anak-anaknya. Se¬baliknya setelah anak-anak itu besar maka ia bertanggung jawab melindungi dan memelihara orang tua mereka itu.
g. Fungsi kreasi;
Dalam keluarga perlu diciptakan suasana rekreasi atau situasi yang menyegarkan pemikiran dan perasaan se¬hingga anak dapat bergembira dan bersantai dengan saudara dan orang tua mereka. Suasana rekreasi dalam keluarga jauh lebih penting dari rekreasi di sekolah atau. masyarakat.
2) Peranan wanita dan pria
a) Wanita berperan sebagai Ibu
Kenyataan dalam masyarakat kita, peranan sebagai ibu rumah tangga dipandang lebih rendah daripada bekerja sebagai wanita karier atau bekerja untuk menghasilkan uang. Dalam keluarga, seorang ibu jarang mendapat penghargaan. Jika anak tidak sukses atau bermasalah, satu-satunya yang dituding sebagai sumber permasalahan adalah ibu, padahal banyak faktor lainnya yang menyebabkan anak bermasalah.
Peranan sebagai ibu yang paling mendasar adalah memberi kehangatan, kasih sayang, kesabaran, kelembutan, kesabaran, so¬kongan, pujian, dan pertolongan dalam membesarkan anak-anak¬nya. Peranan seperti ini perlu sokongan aspek lain seperti keadaan ekonomi yang memadai, suami yang menghargai, dan jumlah anak yang tidak banyak dengan jarak kelahiran yang tidak terlalu rapat.
b) Pria berperan sebagai Ayah
Peranan ayah dalam keluarga adalah sebagai pemimpin. Oleh karena itu tanggung jawab ayah adalah memberikan kesejahteraan, perlindungan fisik maupun psikis terhadap istri dan anak-anaknya. Peran ayah bukan hanya mencari uang tetapi juga memberikan kasih sayang, pendidikan, dan kebahagiaan secara utuh kepada istri dan anak-anaknya. Ayah berperan sebagai model dalam ber¬tingkah laku sosial terhadap anak-anaknya, baik anak perempuan maupun laki-laki. Perkembangan sifat-sifat sosial anak ditentukan oleh interaksi dengan ayah mereka. Ayah juga model dalam ber¬tingkah laku moral, disiplin dan cara memecahkan masalah. Ayah berperan dalam mengontrol anak yang lebih tua dan memelihara anak-anak yang masih kecil (Mac Hale & Crouter, 1996).
Kerjasama, saling menghormati dan keserasian antara ayah dan ibu dalam berinteraksi membantu perkembangan sikap positif anak baik laki-laki maupun perempuan. Tanggung jawab bersama antara ayah dan ibu dalam memelihara anak-anak memudahkan mereka untuk mengatasi perubahan Aituas] kehidupan keluarga, karena ber¬bagai sebab, seperti kemunduran ekonomi, pindah rumah dan lain¬lain. Ibu pun tidak merasa terlalu dibebani dalam menghadapi ke¬sulitan keluarga karena terjadi berbagi peranan dengan suaminya, dan ibu menghormati sikap positif suaminya, sehingga menciptakan pasangan yang saling mengasihi, menghormati, menyokong yang menimbulkan kedamaian dalam. keluarga (Mith & Morgan, 1994).
B. Membina keluarga yang harmonis
Untuk menciptakan keluarga sebagai lingkungan yang kondusif bagi perkembangan mental yang sehat, suasana sosiopsikologis keluarga yang bahagia, khususnya perkembangan karakteristik pribadi anak yang saleh, agama Islam telah memberikan petunjuk atau rambu-rambu, yang di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Bangunlah keluarga itu dengan melalui pernikahan yang sah berdasarkan syariat atau ketentuan agama.
2. Pernikahan itu hendaknya didasarkan kepada niat beribadah kepada Allah karena menikah adalah sunah Rasulullaah saw. (Annikaahu sunnatii famanlamyargobu 'an sunnatii falaisa minnii = nikah adalah sunahku, barang siapa yang membenci nikah berarti dia bukan umatku). Dengan demikian, suami dan istri, atau orang tua dan anak adalah mitra dalam beribadah kepada Allah.
3. Pada saat berhubungan suami-istri (jima' atau bersenggama), berdoalah kepada Allah agar diberi anak yang terhindar dari godaan setan. Doa yang diajarkan Rasulullah adalah Bismillaahirrahmaanirrahiim, Allahumma jannibnasysyaithana, wajannibisysyaithana mimmaa razaqtanaa (dengan nama Allah, ya Allah jauhkan kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari rezeki/anak yang Engkau berikan kepada kami).
4. Perbanyaklah doa, Robbanaa hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyatinaa qurrota 'ayun waj'alnaa lilmuttaqiina imaamaa (Ya Allah Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami dari pasangan-pasangan kami (suami/istri) dan keturunan kami yang membahagiakan mata hati kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa). Doa lain yang sebaiknya di-dawam-kan dalam rangka memohon anak yang saleh adalah Rabbii hablii minashshaalihiin (Ya Tuhanku anugerahkanlah kepadaku anak-anak yang saleh).
5. Pada saat istri mengandung, hendaknya melakukan beberapa amalan ibadah, (a) membaca Alquran (selama sembilan bulan mengandung, bacalah Alquran dari mulai surat Al-Fatihah s.d. surat Annaas, jangan hanya membaca surat-surat tertentu saja); (b) melaksanakan salat tahajud, dan memperbanyak doa setelahnya; (c) memperbanyak sedekah atau infak; dan (d) memperbanyak zikir kepada Allah, atau membaca kalimah tayyibah, seperti tasbih (subhaanallaah), tahmid (alhamdulillaah), takbir (Allaahu akbar), dan tahlil (laa ilaaha illallaah). Yang melakukan amalan ini bukan hanya istri, tetapi juga suami.
6. Menciptakan pola pergaulan yang ma'ruf (baik atau harmonis) antara suami-sitri, atau orang tua-anak.
7. Pada saat anak lahir, ucapkanlah kalimah tayyibah (minimal membaca tahmid); ada juga yang menyarankan untuk mengumandangkan (dengan suara yang lembut) azan pada telinga kanan anak dan iqomat pada telinga kirinya.
8. Pada saat anak sudah berusia tujuh hari, lakukan akekah bagi anak, yaitu menyembelih kambing/domba jantan (bagi anak laki-laki dua ekor, dan bagi anak perempuan satu ekor), mencukur rambut anak (rambut ini ditimbang seperti menimbang emas, hasilnya dihargai dengan harga emas, kemudian uangnya dibagikan kepada fakir miskin atau yatim piatu); dan memberi nama yang baik kepada anak (nama adalah doa). Pada acara ini undanglah keluarga, kerabat, atau tetangga dekat untuk bersama-sama mensyukuri nikmat dari Allah.
9. Pada saat anak sudah masuk usia taman kanak-kanak, didiklah mereka (melalui pengajaran, keteladanan, dan pembiasaan) tentang berbagai aspek kehidupan yang penting bagi perkembangan kepribadiannya yang mantap, seperti (a) mengajar rukun iman dan rukun Islam, mengajar dan membiasakan ibadah salat, memberikan contoh dalam membayar zakat atau infak, mengajar membaca Alquran, dan doa-doa; (b) melatih dan memberi contoh tentang cara merawat kebersihan dan kesehatan diri dan lingkungan, mandi, gosok gigi, makan dan minum yang teratur, membuang sampah pada tempatnya, memelihara kebersihan dan kerapihan rumah; (c) memberi contoh tentang bertutur kata yang sopan (sesuai dengan bahasa ibunya); dan (d) mengajar dan memberi contoh, teladan tentang tata krama (etika) bergaul dengan orang lain.
10. Bersikap tabah atau bersabar pada saat menghadapi masalah atau persoalan, karena dalam mengarungi kehidupan berkeluarga tidak steril atau tidak lepas dari masalah tersebut. Masalah-masalah yang mungkin dihadapi itu di antaranya sebagai berikut.
a. Adanya perbedaan kebiasaan, keinginan, dan sikap-sikap antara suami dan istri. Apabila suami dan istri kurang memiliki sikap saling memahami dan menerima, maka hal tersebut dapat menjadi faktor pemicu pertengkaran atau perselisihan, sehingga iklim kehidupan keluarga dirasakan tidak harmonis (Sunda, awet rajet).
b. Penghasilan suami yang kurang mencukupi kebutuhan keluarga.
c. Minimnya biaya pendidikan dan kesehatan bagi anak.
d. Penyakit salah seorang anggota keluarga yang tidak sembuh-sembuh dan memerlukan perawatan yang cukup mahal.
e. Anak berperilaku nakal. (Sunda, baong, bedegong, basangkal).
f. Terjadinya perceraian yang dapat menyebabkan dampak yang kurang baik terhadap kehidupan keluarga, terutama terhadap nasib masa depan anak.
g. Suami atau istri berselingkuh (berzina), atau mengonsumsi narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba).
h. Adanya sikap saling mendominasi antara suami dan istri.
(i) Salah seorang anggota keluarga mengalami gangguan/sakit jiwa.
(ii) Suami-istri atau orang tua kurang memperhatikan pengamalan nilai-nilai agama di lingkungan keluarga.
C. Masalah Perkawian ( Hidup Tanpa Nikah))
Orang dewasa tidak menikah bukan suatu hal yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh karena banyak kesulitan yang akan dihadapi orang yang tidak menikah, apalagi dalam masyarakat yang memen¬tingkan perkawinan sebagai ciri kehidupan orang dewasa. Perma¬salahan yang dihadapi misalnya kedekatan atau keakraban dengan orang lain sering dicurigai. Interaksi menjadi terbatas karena dapat dianggap menggoda orang lain. Keadaan ini lebih sulit bagi Nk anita. Wanita yang tidak menikah mudah menjadi objek godaan pria, karena dianggap orang yang kesepian. Pria yang tidak menikah dicurigai mengalami penyimpangan seks seperti impoten dan homoseksual.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan wanita tidak menikah. Pertama karena mereka asyik dengan kebebasan dan kehidupan yang glamor atau mewah. Mereka tidak tergantung secara ekonomi kepada orang lain atau pria. Mereka senang menikmati hidup tanpa ada orang lain ikut campur, apalagi dituntut melayani suami dan memelihara anak-anak. Menikah bukan merupakan target mereka. Kalau menemukan pria yang docok dengan harapannya maka baru¬lah mereka akan menikah, namun kalau tidak, mereka tidak mem¬pen-nasalahkan (Smith & Morgan, 1994)
D. Merawat dan memdidik anak
Ada tujuh tugas yang harus diprankan dari orang tua terhadap anak yaitu memberikan kasih sayang, pendidikan, biaya, keagamaan, status, perlindungan dan suasana yang menyenangkan atau rekreasi.
Menjadi orang tua di Negara kita berlangsung secara alamiah. Tidak pernah dilakukan proses belajar formal tentang membina keluarga. Orang tua membesarkan anak dengan cara meniru bagai mana ia dibesarkan oleh ilmu pengetahuan, ilmu perkembangan, kesehatan anak, gizi, dan cara berinteaksi dengan anak
Dinegara maju pendidikan menjadi orang tua dilakukann di rumah sakit, klinik psikologi, dan lembaga konselor.
sumber:
- Elida Prayitno, Psikologi Orang Dewasa , Angkasa Raya, Padang, 2006
- http://arisfotografi.multiply.com/journal/item/8